Jakarta – Gen Z , yakni kaum muda kelahiran 1990-an akhir hingga awal 2010-an, kerap dilabeli sebagai generasi yang tidak tahan banting. Sedikit-sedikit mengeluh, termasuk di lingkungan tempat kerja.
Praktisi kesehatan mental Prof dr Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc, Sc.D mengatakan anggapan tersebut ada benarnya. Faktanya, kondisi ini memang banyak dikeluhkan oleh generasi yang lebih senior.
“Pengalaman para pengusaha yang baru saja meng-hire anak-anak muda, itu lebih rentan lebih mudah give up, lebih mudah pindah,” kata Prof Siswanto, yang juga guru besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM), Jumat (29/11/2024).
Kesehatan Mental Gen Z Begitu Penting Bersama kesehatan Fisik
Meski demikian, Prof Siswanto menekankan bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kenyataannya dalam keseharian, kesehatan mental kerap lebih jarang mendapat perhatian, dan bahkan cenderung disembunyikan. “Harus dipahami definisi sehat itu sendiri. Sehat itu bukan hanya sehat fisik, tetapi juga mental dan sosial,” jelas Prof Siswanto.
Dikutip dari WHO, faktor lingkungan kerja menjadi aspek penting yang tidak bisa diabaikan. WHO mencatat bahwa dengan 60% populasi global berada dalam dunia kerja, langkah-langkah mendesak perlu diambil untuk melindungi kesehatan mental di tempat kerja. Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung.
Hal ini terutama berlaku bagi Gen Z, yang menunjukkan kebutuhan akan lingkungan kerja yang nyaman agar dapat bekerja dengan baik.
Menurut Thackla (20), seorang karyawan magang di Jakarta Selatan, bersosialisasi dengan atasan dan rekan kerja yang nyaman menjadi kunci dalam mengatasi stres di tempat kerja.
“Bersosialisasi dengan atasan dan rekan kerja senyamannya, biar bisa mengatasi depresi di tempat kerja, dan juga healing dengan cara masing-masing,” jelas Thackla.
Fadhil (20), seorang karyawan magang lainnya, menekankan pentingnya dukungan dari senior dan rekan kerja untuk mengurangi tekanan psikologis.
“Kalau senior atau rekan kerjanya baik dan support, saya jadi segan dan lebih hormat. Kalau galak, saya kayak ‘apa sih?’,” ungkap Fadhil.